Minggu, 03 November 2013

contoh cerpen



Januari 2015, NASA bekerja sama dengan beberapa lembaga Antariksa Asia untuk misi penelitian ke planet Mars dengan mengirimkan tiga orang astronot. Aku mewakili LAPAN untuk bergabung bersama aliansi NASA. Aku adalah seorang ilmuwan LAPAN (lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) di bidang astronautic engineering, Aku dan dua Astronot lain yakni James ahli Astrobiologi dari NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan Hiro ahli Geologi dari JAXA (Japan Aerospace Eksploration Agency) Ditugaskan untuk misi penelitian ke planet Mars, sebuah misi impian umat manusia.
Pagi itu Istriku membangunkanku untuk berangkat menuju markas pusat NASA.
“Ayah… sekarang kau harus berangkat ke markas, dua hari lagi keberangkatanmu, ayo bangun..!!”. kata Istriku membangunkanku yang tengah tergeletak di tempat tidurku, seolah Aku lupa kalau dua hari lagi Aku berangkat ke suatu tempat jauh, yang disebut Mars.
“Astaga.. Aku lupa. apa kau sudah bersiap ma?”
“sudah dari tadi, yang mau berangkat misi itu kamu, bukan Aku. tapi dilihat dirimu, ayolah”
“iya iya, tunggu sebentar.” Aku lekas menuju kamar mandi.
Kami pun berangkat ke markas, kami harus tinggal di markas dua hari sebelum keberangkatan, untuk persiapan dan pengecekan kesehatan astronot.
Disana sudah menanti dua orang temanku, James astronot NASA, dan Hiro Astronot JAXA. dua hari pun terlewati, berbagai pemeriksaan pun selesai, kami bertiga pun siap untuk misi, meninggalkan keluarga untuk misi mulia dalam ilmu pengetahuan.
Sebelum keberangkatan, kami mempunyai kesempatan untuk berpamitan dengan keluarga yang ikut mengantarkan ke pusat keberangkatan. Istriku memelukku dengan erat seolah tak mengizinkanku pergi, tapi Aku mencoba untuk meyakinkanya, bahwa Aku dan dua orang temanku akan kembali ke bumi dengan selamat. Aku mencium keningnya dan pergi meninggalkanya menuju modul pesawat ruang angkasa.
Setelah berpamitan, Aku dan dua orang rekanku, James dan Hiro memasuki modul ruang angkasa dengan roket pendorong yang sangat besar, ratusan petugas NASA, JAXA dan LAPAN ikut meramaikan suasana keberangkatan, sorak sorai masyarakat yang ikut melihat keberangkatan meramaikan dekat area penerbangan.
Perjalanan bumi ke Mars memerlukan waktu kurang lebih satu tahun, kami memakai sebuah teknologi canggih yang membuat kami bisa bertahan tanpa makanan di ruang angkasa dalam setahun, bahkan bertahun tahun. kami bertiga di“mati”kan untuk sementara, detak jantung dan aliran darah dihentikan untuk sementara, seluruh tubuh di bekukan hingga minus 150 derajat celsius, hal itu digunakan untuk membuat kami tak membutuhkan makanan selama setahun di dalam modul, dengan teknologi ini kami tidak butuh makan, kami akan “mati” tertidur untuk waktu satu tahun lamanya, bahkan saat kami dalam mode tidur seperti ini, sel sel kami berhenti mati, atau beregenerasi, sehingga kami tidak mengalami penuaan selama setahun.
Kami pun berangkat, dan kami segera di tidurkan, sistem komputer automatis yang telah di rancang untuk menuju koordinat yang tepat akan membawa kami ke planet Mars secara automatis, dan sistem komputer itu akan secara automatis membangunkan kami ketika sampai di tanah merah planet Mars.
“Apa yang sedang terjadi?” Beberapa waktu kemudian, Aku terbangun, menjumpai sesuatu yang aneh, es di sekitar tubuku mencair mungkin sekitar tiga hari yang lalu, dinding pesawat sudah berkarat mesin mesin hancur berantakan semua sistem telah mati, Aku terbangun karena sistem tidurku rusak, terutama pada bagian penidur atau pembeku. dan Aku mulai sadar kalau kami mengalami pendaratan yang gagal, namun kami telah sampai di Mars. Aku sudah sadar, namun tubuh dan seluruh persendianku masih tak bisa kugerakan. Aku menunggu berjam jam hingga Aku akhirnya bisa bergerak
Tak berlama lama Aku berjalan sempoyongan menuju mesin beku milik James dan Hiro.
“James..! Hiro…! kalian tidak apa apa? apa yang sedang terjadi…?” tanyAku sambil jalan sempoyongan, Aku terkejut dan shock melihat Hiro telah menjadi kerangka, tubuhnya tertindih baja pesawat ulang alik yang penyok.
“Hiro…!! ti.. tidak mungkin, astaga.. apakah kami gagal? tunggu dulu, James.. James..!” teriAku berjalan menuju mesin tidur milik James. kemudian Aku melihat mesinya, kacanya masih utuh, masih terlihat es dan uap bersuhu minus 150 derajat. samar samar Aku melihat wajahnya dibalik kaca setebal ilma centimeter. Aku mulai mengambil besi bekas patahan kursi baja dan memukulkanya untuk memecahkan tabung mesin James, berkali kali Aku mencoba hingga akhirnya pecah, keluar asap dingin.
Terus kucoba untuk mengeluarkan James. suhunya benar benar sangat dingin, kAku seperti balok es, mungkin itu yang terjadi ketika Aku tak bisa bergerak tadi. Aku membuat peralatan sederhana dari mesin kapal yang tersisa dan anehnya sudah berkarat, Aku berasumsi bahwa kapal berkarat karena beroksidasi dengan permukaan Mars yang berkarat juga. Aku merangkai alat itu menjadi sebuah alat pengejut jantung dengan tegangan lIstrik kecil, mencoba untuk menghidupkan James yang tertidur selama kurasa setahun.
“James bangunlah..! James..!” Aku terus meneriakinya berharap ia terbangun.
Ia pun tersadar, namun tubuhya masih tak bisa bergerak. Aku menemaninya berjam jam menunggunya bangkit. ia membuka mulutnya dan mulai bicara padaku, ia sangat kebingunan sama seperti Aku.
“Dr. Fian.. di.. dimana kita?” ucapnya disertai tubuh yang menggigil. “Apakah sudah sampai?”
“James, pendaratan kita gagal. kita mengalami kecelakaan, dan…”
“dan apa..?”
“Dr. Hiro, meninggal.”
Akhirnya kita berdua bisa mulai mencari tahu apa yang terjadi. kapal kami rusak parah, semua sistem hancur, komputer mati dan ada beberapa hal yang aneh. kenapa semua besi disini sudah berkarat? James dan Aku terheran heran melihat Hiro tinggal kerangka yang lazimnya sudah mati bertahun tahun.
“ini aneh fian… bagaimana mungkin Dr. Hiro sudah menjadi kerangka, jika kita mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu, seharusnya tubuhnya masih utuh, belum menjadi kerangka seperti ini..” ujar James heran melihat tubuh Hiro menjadi kerangka.
“kau benar, ini biasa terjadi pada orang yang meninggal bertahun tahun.”
Kami belum bisa berpikir jernih setelah tertidur selama setahun. kami mengenakan helm yang masih berfungsi dan pakaian yang sedikit koyak, kami mulai mempertimbangkan untuk keluar karena radiasi matahari yang tak tersaring atmosphere Mars bisa saja membunuh kami berdua, tapi jika kami tetap di dalam kapal, kami akan membusuk tanpa berusaha apapun.
“Kau siap Dr. Fian..?”
“Ayo..”. Kami pun memberanikan diri untuk keluar, berusaha mencari tahu sesuatu, kami mulai berpikir jika kami akan mati disini karena tak ada makanan dan kapal telah hancur, kami tak bisa kembali ke bumi. Aku dan James sangat rindu keluarga kami. sebelum keluar kami mencoba mencari mesin semacam black box yang merekam kejadian dan masalah sistem di dalam pesawat. kami melihat komputer macet dan berhenti fungsi saat pendaratan, itu yang menyebabkan kami tak dibangunkan dan pesawat tidak mengeluarkan mode pendaratan yang menimbulkan benturan keras yang menghancurkan pesawat kami. dan anehnya black box itu langsung penuh dan mati, padahal itu bisa merekam data selama sepuluh tahun. kapal kami terkubur pasir dan batuan merah Mars, kami berusaha keluar dengan susah payah.
Walaupun terlihat seperti gurun tandus dan panas, namun suhu disini seperti di kutub karena jauh dari matahari dan ditambah atmosphere Mars yang tak mampu membuat efek rumah kaca. kami berjalan menyusuri Mars, Aku membantu James meneliti tanah dan tanda tanda kehidupan, berkilo kilo kami berjalan sangat pelan karena gravitasi yang sangat kecil disini. dan kami terkejut melihat sebuah rumput kecil tumbuh dari pecahan batu, kami tercengang, dan ternyata di Mars ada kehidupan walau berupa tumbuhan. Namun kejutan terbesar bukan disitu.
“Ja.. James.. tolong lihat ini.” ujarku dengan mata molotot melihat sesuatu yang tak pernah kuduga. ada KOTA PERADABAN, kota itu kecil, bangunanya terbuat dari besi. kami benar benar tercengang dan terdiam. kami mendekat untuk mencari bantuan.
“Astaga… Aku tidak percaya ini.”
Dari jauh seseorang mirip manusia, dan ternyata memang manusia, memakai seragam aneh berhelm gelap mengendarai kendaraan terbang seperti sepeda motor. kami meminta bantuan dan berteriak, ia menghampiri kami dan menodongkan senjata api. tiba tiba saja ia menembakan senjata itu ke arah kami, kami langsung menghindar dan melihat batu meleleh terkena tembakanya.
“hei… apa apaan ini, Fian.. lari…!” teriak James berlari menjauh dari sosok misterius itu. Dan anehnya orang itu berbicara bahasa kami, bahasa inggris, kami benar benar bingung dan tidak mengerti. kami berdua berlari sekuat tenaga dikejar orang asing itu. kami melihat sebuah pangkalan terbang dengan lambang NASA..!, dan ada kendaraan mirip piring terbang perak. kami langsung masuk ke dalamnya, kami tak tahu cara mengendalikanya, namun ada simbol simbol dalam astronautic engineering yang Aku tahu, kami pun lepas landas dan dikejar oleh orang orang Mars yang aneh itu. ini adalah hal yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya, ini GILA..!
“fian… Aku benar benar tak mengerti, mengapa ada kehidupan dan mengapa ada lambang NASA di kota asing ini..?” kata James kebingungan.
“Aku juga sangat bingung, ini bisa membuatku gila, kecelakaan, alien Mars, lalu apa lagi..?”
Kami berangkat pulang menuju bumi dan berharap menceritakan semua yang kami rekam dalam benak kami ke seluruh penduduk bumi. Kendaraan ini berjalan dengan kecepatan luar biasa, mungkin 30 persen dari kecepatan cahaya. kami dengan cepat sampai tanpa menggunakan sistem tidur kami. kami mulai mendekat ke bumi. dan ada hal janggal yang sangat aneh di depan mata kami. bumi tak lagi hijau, semua benua menjadi gurun, dan lebih anehnya benua amerika selatan berpisah dengan amerika utara di laut atlantik.
“ohahh..!! apa yang terjadi.! apa Aku gila..!!?” teriAku, Kami mendarat dan ingin tahu apa yang terjadi. ternyata terjadi perang yang mengerikan di bumi, kami mendarat di pulau jawa, disana juga berperang. entah apa yang mereka perebutkan, namun baju dan senjata mereka benar benar asing lebih mirip baju orang Mars yang mengejar kami.
“hei..! sedang apa kalian, cepat berlindung..!!” teriak seorang wanita berpakaian perang. wanita itu mengajak kami untuk berlindung. kami dibawa ke markas militer Jawa.
“NamAku, Elin… kalian aneh sekali, baju macam apa itu..?!” kata wanita berusia 20 tahunan.
“seharusnya kami yang tanya seperti itu…” .Wanita itu membawa kami ke tempat di bawah tanah. disana kami ditolong dan di interogasi oleh orang orang militer. kami berdiskusi sangat lama. dan kami mulai memikirkan kejanggalan kejanggalan dari mulai kami mendarat di Mars. pesawat kami tiba tiba jatuh karena sitemnya rusak, black box begitu penuh padahal itu bisa merekam sampai 10 tahun lamanya, kapal sudah berkarat seperti berpuluh puluh tahun, mayat Hiro sudah tinggal kerangka, yang artinya Hiro sudah tewas bertahun tahun lamanya, dan kata penduduk bumi sekarang, orang orang yang berada di Mars adalah para pemimpin bangsa dan bangsawan kaya raya yang tidak peduli dengan nasib manusia dan mereka pergi meninggalkan bumi ke Mars, membangun peradaban baru. kami tidak tertidur selama hanya setahun, ada kesimpulan yang kami tarik dari semua masalah ini, kami melihat kalender aneh, dan menyadari kami berada di MASA DEPAN.
Kalender menunjukan tahun 2115, yang artinya kami tertidur selama seratus tahun.!!!. dan dunia ini tengah berperang, perang nuklir, berawal ketika negara negara adidaya memperebutkan hasil hasil bumi dari negara negara lain, PBB sudah tidak ada, perang tak bisa terelakkan, dunia terbagi menjadi dua, blok barat dan blok timur, seluruh negara asia dan afrika bergabung menjadi satu aliansi yaitu Lemuria, sementara sebagian eropa bergabung bersama amerika membentun blok timur atau aliansi Atlantis. perang makin pecah ketika musnahnya hasil bumi kerena bom atom, musnahnya barang yang mereka perebutkan menjadi perang semakin memanas, ini perang dendam, perang kehancuran. inilah perang dunia ke tiga. perang ARMAGEDDON.
“jadi kau dari masa lalu dan tertidur selama seratus tahun..?” tanya wanita itu.
“kurasa begitu..”
“maukah kalian kembali ke masa kalian, dan membantu kami..?” tanyanya.
“bagaimana..?” tanya James.
Kami bersama tentara gerilya jawa, sebuah negara hasil pemekaran indonesia. mereka mencoba membuat mesin waktu dan berusaha mengubah masa depan dengan kembali ke masa lalu, mereka berkali mengirimkan tentara ke masa seribu tahun lalu untuk mencegah invasi, namun mereka semua menghilang dan tak kembali.mesin waktu ini memanfatkan teknologi mini wormhole, kelemahanya adalah hal ini tidak pasti. wormhole bisa menghilang kapan saja, dan kadang ketika terjadi kesalahan perhitungan tiba tiba, orang yang dikirim bisa musnah dari alam semesta, atau terkirim dan nyasar ke dimensi lain.
Markas kami diserang, banyak dari kami yang terluka.
“James..!!” teriakku melihat tembakan menembus dada James.
“ech.. maafkan Aku Fian, tolong, selamatkanlah masa depan sebisa mu…”
“tidak tanpamu, kau harus bertahan, Aku akan cari pertolongan.”
“ti.. tidak, sudah tak ada waktu, Aku sudah tidak kuat, Aku yakin kau bisa tanpa Aku.”
hal yang sangat ku sesali adalah, James tak terselamatkan, ia tewas, dan berwasiat kepadAku untuk melAkukan sesuatu untuk masa depan bumi. akhirnya di tengah tengah bencana, Aku memberanikan diri untuk masuk mesin waktu dan kembali kemasa ku, meski itu akan membunuhku. mesin waktu milik Jawa membuktikan bahwa alam semesta tidaklah pararel, artinya masa depan bisa dirubah.
“Elin..!! tolong hidupkan mesinya, Aku akan berangkat.”
“apa kau yakin, kemungkinanya sangat kecil.. terlalu berbahaya.”
“sudah nyalakan saja, jika Aku berangkat resikonya Aku akan mati, tapi jika Aku tetap tinggal kita semua akan mati tanpa usaha.”
“baiklah.. tolong selamatkan dunia, Aku percaya padamu..” akhirnya mereka mengirimkanku kemasa seratus tahun yang lalu. mesin mulai menyala, Aku membawa kunci mesin waktu di tanganku, Aku merasakan energi besar menghancurkan tubuhku seukuran nano. dan pandangan kabur, Aku mulai berpikir mungkin ini adalah akhir hidupku, dan mungkin Aku akan gagal. Aku tidak berharap ini akan berhasil, Aku serahkan semua pada tuhan, tapi Aku berharap satu hal… Aku berharap… semua ini hanya… MIMPI.
“Ayah… sekarang kau harus berangat ke markas, dua hari lagi keberangkatanmu, ayo bangun..!!”. Aku terbangun, Istriku membangunkanku. Aku sadar Aku berada di tempat tidurku. Tunggu dulu, aneh, ada yang salah… apa yang terjadi?
Semua ini gila, aneh, aneh dan aneh… semua seperti terulang sebelum keberangkatanku ke Mars seratus tahun lalu, Aku ingat ketika tentara jawa dan Elin mengirimkanku ke masa 100 tahun tepat di tahun 2015. dan Aku tersadar berada si atas tempat tidur lengkap dengan piyama ku.
“ma… apa yang terjadi?!, aahh..!! ada apa ini..!!?” Aku kebingungan, dan hampir gila.
“apanya yang terjadi? kau baru saja kesiangan, dasar suami tukang tidur..! kau mimpi buruk ya..?”
akhirnya Aku berkesimpulan. itu semua hanya mimpi.
Aku mulai berangkat dari rumah bersama Istriku menuju kantor nasa, mengenakan jas putih dinas ku. untuk pemeriksaan dua hari sebelum keberangkatan, sama persis dengan mimpi anehku.
Sesampainya disana, Aku segera menuju ruang kesehatan, sesuatu terjatuh dari saku jas putih ku. Aku terkejut dan melongo, mengetahui sesuatu yang terjatuh itu adalah… KUNCI MESIN WAKTU lengkap dengan simbol JAVA milik tentara jawa. Aku langsung sadar, mereka mengirimkanku ke 100 tahun yang lalu, memutar balikan dimensi ruang dan waktu hingga Aku kembali ke tempat tidur, waktu mundur hingga awal keberangkatanku. Istriku membentakku ketika Aku terdiam membisu.
“ayah…kenapa kau ini.?” tanya Istriku.
“tidak, ada sesuatu yang harus Aku lakukan, kau tunggu disini ya.” Aku berangkat tergesa gesa menuju pusat mesin NASA, bila semua itu bukan mimpi, maka kecelakaan itu juga nyata, dan berarti ada dua tugas yang harus kulAkukan, mengingatkan seluruh petugas NASA akan sistem komputer yang eror, dan memberi pesan untuk tidak melakukan invasi kepada negara lain, karena jika itu mereka lakukan maka 100 tahun yang akan datang, dunia akan hancur, Aku memegang amanah dari generasiku di 100 tahun yang akan datang.
Aku bertemu James dan Hiro di sana, tentu saja ini seratus tahun sebelum armageddon terjadi dan mereka masih hidup bersamaku, sesaat Aku terlihat seperti orang gila karena semua kegilaan ini.
“hai Dr. Fian, kenapa kau terlihat panik, apa kau stres karena keberangkatan dua hari besok?” tanya James.
“oh tidak Mr. James, ada sesuatu yang sangat penting yang harus kulakukan.”
“ehmm.. Dr. Fian, sejujurnya Aku semalam bermimpi aneh, Aku bermimpi ditembak orang aneh dan Aku tewas, Aku melihatmu di sisiku” ternyata kejadian 2015 juga ikut terbawa ke ingatan James walau dalam bentuk mimpi.
“kurasa kau perlu istirahat Dr.” Aku meninggalkanya.
Sebelum berangkat Aku memerintahkan petugas engineering lain untuk memeriksa sistem operasi, prosesor, dan sistem daya listrik komputer. dan mereka terkejut ketika mendapati kerusakan pada setiap yang kusebutkan tadi. penerbangan di tunda tiga hari untuk perbaikan
“bagaimana kau tahu semua ini Dr. Fian?” tanya Dr. Hiro, Aku turut senang melihatnya hidup, bukan dalam bentuk kerangka.
“dari mimpi” kata ku terus terang, ia kelihatan bingung, namun kami segera menyiapkan segala persiapan.
Hari pun berjalan sama persis seperti seratus tahun yang lalu, kami memberi salam pamit pada keluarga dan berangkat ke planet Mars.
kami sampai dengan selamat. dan ajaibnya, sama seperti dalam ingatanku, kami menemukan rumput kecil di Mars, kami membawa salah satu samplenya ke bumi. kami kembali dengan selamat di bumi pada tahun 2017. kami mendapat penghargaan ilmuwan dan pahlawan international, mereka ingin memberi kami permintaan untuk tanda penghargaan. James meminta laboratorium baru, Hiro meminta untuk mendirikan unversitas astrogeologi di china. sepertinya Aku sudah merubah satu masa depan.
Aku masih punya satu tugas, amanat dari 100 tahun yang akan datang. Aku diberi permintaan istimewa juga. permintaanku agak aneh. Aku minta di buatkan sebuah monumen setinggi monas dengan bertuliskan perjanjian perdamaian negara di dunia dan dihapuskanya invasi atas negara lain, tugu yang terbuat dari perunggu berlapiskan alumunium itu disetujui masyarakat sedunia. dengan begini perang armageddon tak akan terjadi. ketika Aku pensiun Aku mencoba menceritakan kisah ini dalam bentuk novel fiksi ilmiah.
Seratus tahun kemudian, bumi benar benar damai, tak ada peperangan, teknologi yang ramah lingkungan berkembang pesat. semua itu juga tak lepas dari menumen kuno yang dibangun seratus tahun yang lalu oleh Dr. Fian, astronot yang mengubah masa depan. “masa depan itu bisa diubah atau tidak, tergantung masa sekarang. tuhan tak akan mengubah nasib suatu kaum, melainkan kaum itu yang mengubah masa depanya sendiri”
“Aku berangkat…” kata seorang wanita cantik berusia 20 tahunan bernama Elin, yang sedang berangkat kuliah. ya.. tentu saja masa depan sudah berubah…
TAMAT
Karangan:allifiandika
Tianna Dan Peri Yang Dikutuk


Aku membuka lembar demi lembar album foto yang sudah lama sekali. Album itu berisi foto-foto diriku bersama kedua sahabatku dulu, tapi sekarang mereka berubah, mereka bukan sahabatku lagi. Bulir bening di ujung mataku perlahan menetes membasahi pipiku. Terkadang aku tersenyum sambil mengenang masa-masa indah ketika bersama sahabatku. Aku ingat sekali ketika kami bertiga membuat rumah pohon dan pergi ke danau sambil membuat burung-burung kecil yang terbuat dari kertas. Setiap sepulang sekolah kami pergi ke rumah pohon itu, kami saling berbagi cerita suka ataupun duka, kami bercanda tertawa bahkan bercerita hal yang tidak masuk akal.
Setelah aku membuka lembar terakhir dari album itu, aku menemukan tulisan tangan mereka. Kami berjanji bahwa kami akan menjadi sahabat sejati selamanya. Dan kami pernah mengukir nama kami bertiga di pohon besar dekat rumah pohon kami.
Melihat wajah-wajah mereka tertawa gembira dalam album foto itu membuat aku seperti kembali ke masa lalu bersama mereka.
Semua itu cukup mengobati rasa rinduku pada mereka. Lalu kuletakkan di meja belajarku sementara. Dan aku membongkar sedikit demi sedikit barang-barang yang sudah lama dalam lemari kecil di kamarku. Untung saja aku menyimpannya di tempat yang aman dan rapi, kalau tidak pasti barang-barang ini akan hancur di gigiti tikus-tikus kecil.
Dalam lemari itu aku menemukan buku diary-ku yang sudah lama, aku membacanya dan betapa malunya aku pada diriku sendiri, karena hal-hal yang tidak jelas kutuliskan di buku itu.
Aku ingat sekali bahwa dulu aku selalu mengharapkan pergi ke dunia lain yang ajaib, bertemu dengan para peri, tidak pernah ingin menjadi dewasa, bisa berbicara pada hewan, bisa terbang, memiliki rumah pohon, mempunyai kekuatan sihir, dan sebagainya.
Aku ingat betul masa-masa itu. Dan salah satu hal yang sudah tercapai dari keinginanku tersebut adalah aku sudah memiliki rumah pohon bersama dua sahabatku waktu itu.
Selesai membaca sekilas buku diaryku, lalu aku meletakkannya dekat album foto itu.
Dan ku bongkar lagi isi lemari itu, ternyata didalamnya masih ada barang atau hadiah yang diberikan oleh sahabatku, seperti kalung, boneka, baju, dan beberapa barang yang lainnya. Bahkan burung-burungan dari kertas itu masih ada, walaupun sudah hancur.
Lalu aku menghapus air mataku lalu aku tersenyum bahagia karena aku masih bisa mengenang masa-masa itu dengan beberapa barang yang sangat berkesan bagiku.
Ku kembalikan semua barang yang tadi ku bongkar, dan ku susun rapi di dalam lemari. Aku tidak ingin barang-barang itu hilang. Lalu ku tutup lemari itu dan ku kunci.
Rasanya aku ingin seperti diriku yang dulu lagi. Aku sangat ingin merasakan hal indah seperti dulu sekali lagi.
Lalu aku berdiri dan mengambil gitar di pojok kamarku dan bergegas pergi ke rumah pohon yang dulu. Tidak peduli rumah pohon itu masih ada atau tidak, sudah rapuh atau belum, yang penting aku merasa senang.
Saat sebelum keluar dari kamar, aku sempat melirik lemari besar di dekat pintu kamarku, aku teringat saat itu aku sering masuk dalam lemari karena aku ingin masuk dunia ajaib seperti Narnia. Dan jendela itu, aku benar-benar ingat bahwa dulu setiap malam sebelum tidur, aku selalu menunggu Peter Pan datang untuk mengajakku terbang pergi ke Neverland dan tidak pernah tumbuh menjadi dewasa.
Akupun langsung pergi keluar kamar setelah beberapa saat teringat hal-hal seperti itu.
Aku masih ingat dimana tempat rumah pohon kami berada, tidak terlalu jauh dari rumahku. Aku pergi kesana menggunakan sepeda.
Singkat cerita, aku mengayuh sepedaku dengan cepat dan akhirnya aku tiba disana.
Rumah pohon itu ternyata masih ada, tapi kayunya sudah mulai rapuh karena kami membuatnya sudah 2 setengah tahun yang lalu, pohon-pohon besar yang berdiri kokoh lainnya di sekitar rumah pohon kami masih sama seperti dulu.
Lalu aku pergi ke danau dimana waktu itu kami sering membuat burung-burungan kecil dari kertas. Danaunya masih seperti dulu. Masih terlihat indah. Aku menyempatkan diri duduk di kursi tepi danau itu dan membuat burung-burungan kecil dari kertas, setelah itu aku menaruh burung itu di atas genangan air danau tersebut.
Setelah itu aku kembali ke rumah pohon. Aku duduk di atas rerumputan hijau dan bersandar di bawah pohon besar, pohon yang terdapat ukiran nama kami bertiga. Sambil bersenandung lagu dan diiringi suara gitar yang kumainkan. Dulu kami sering bernyanyi bersama-sama di bawah pohon ini.
Rasanya aku ingin menyihir tempat ini dan rumah pohon ini seperti dulu lagi. Aku ingin sekali kembali ke masa lalu.
Tiba-tiba aku menghirup aroma kue dan sarden, tak tahu dari mana aroma itu berasal. Sepertinya ada yang tinggal di sekitar sini, padahal sebelumnya tidak ada orang yang mau bertempat tinggal disini.
Aku berdiri dan mencari sumber aroma itu, dan aku melihat seorang anak laki-laki yang sedang mengumpulkan kayu bakar.
Aku terus mengintipnya di balik pohon besar.
“Danny, cepat masuk ke dalam,” teriak seorang wanita dari dalam pohon—sepertinya ia tinggal di dalam pohon besar—dan aku bisa menebak suara itu pasti suara ibunya. Tapi aku bingung, bagaimana bisa mereka membuat rumah di dalam pohon?
“Iya bu, sebentar lagi,” kata Danny,
Tiba-tiba tangan kiriku di gigit semut “Aww,” tidak sengaja aku mengeluarkan suara dari dalam mulutku. Setelah aku melihat ke arah Danny, ia sudah menghilang. Mungkin dia mendengar suaraku tadi.
Ketika berbalik badan, aku terkejut sekali! Karena Danny ada dihadapanku. Matanya yang berwarna biru menatap mataku dengan tajam. Aku takut dia marah padaku.
“Maaf, aku tidak bermaksud mengganggumu,” kataku gugup, “baiklah, jika kau marah, aku akan meninggalkan tempat ini,”
Sepertinya ia ingin memarahi diriku, tapi ibunya datang dan melihatku sambil tersenyum. Ibunya sangat cantik. Benar-benar cantik.
“Danny… Kenapa kau tidak mengajak temanmu masuk ke dalam?” Tanya ibunya,
“Bu, tadi…” Belum selesai berbicara tapi ibunya sudah memotong pembicaraan Danny.
“Oh tadi kau sudah mengajaknya? Tapi kau tidak pernah memberitahu ibu kalau kau memiliki teman perempuan. Dia cantik dan manis,” kata ibunya sambil merangkul bahuku, “siapa namamu, sayang?”
“Aku? Namaku Tianna,” kataku, aku mencoba menjelaskan kepadanya bahwa aku bukan temannya Danny tapi ibunya langsung mengajakku ke dalam rumahnya dan tampaknya Danny kesal padaku.
Saat ibunya membuka pintu rumahnya, mataku terbelalak seakan tidak percaya ini semua. Bayangkan saja pohon besar yang didalamnya adalah rumah yang besar dan mewah. Ruangannya benar-benar luas sekali.
Di sebelah kanan ada ruang tempat tidur, dan tempat keluarga. Disebelah kiri ada meja makan yang panjang, meja itu penuh dengan makanan yang membuat air liurmu menetes, semua makanan itu tersusun rapi.
Di bagian depan dekat pintu masuk adalah ruang tamu.
“Apa kau lapar?” Tanya ibu Danny,
Aku menggeleng sambil tersenyum,
“Baiklah, kalau begitu kau main di dalam rumah saja bersama Danny,” kata ibunya, “oh iya, kau suka membaca buku tidak?”
“Iya aku suka sekali membaca buku cerita,” kataku sambil mengangguk.
“Kebetulan Danny suka mengkoleksi buku-buku cerita, jadi kami membuatkannya perpustakaan kecil. Kau boleh kesana jika kau mau membaca beberapa buku.” ucap ibunya Danny, “Danny, kau jangan diam saja. Ayo ajak Tianna kesana,”
Dengan terpaksa Danny mengantarkanku karena perintah ibunya.
“Maaf ya jika aku membuatmu kesal,” kataku pada Danny setelah kami berada di perpustakaannya, “aku jadi merasa bersalah,”
“Ya,” jawabnya singkat.
Sebelumnya aku belum pernah sama sekali melihat atau membaca buku-buku ini. Bukunya memang menarik. Sangat menarik. Dan yang lebih hebatnya lagi, sampul bergambar ataupun gambar-gambar yang ada dibukunya bisa bergerak. Dan aku sempat melihat buku yang berisi mantra-mantra, sejarah, dan semacamnya.
“Dan, sejak kapan kau tinggal disini?” Tanyaku,
“Sejak rumah kami dihancurkan karena lahannya akan dijadikan pabrik,” jawabnya, “kami kehilangan saudara-saudara dan teman-teman kami. Yang tersisa hanya sedikit, para peri juga tidak banyak lagi. Kami tidak tahu harus pergi kemana lagi. Jadi satu-satunya tempat terdekat ya tinggal disini,”
“Tapi kalau boleh aku bertanya, kau ini apa sebenarnya?” Tanyaku,
“Aku. Aku adalah peri yang di kutuk menjadi manusia. Bukan hanya aku, masih banyak peri-peri yang di kutuk menjadi manusia. Aku tidak bisa menjelaskan mengapa kami di kutuk menjadi manusia,” Jawabnya sambil menjelaskan, “kau tahu kenapa tadi aku ingin marah karena kau memata-mataiku di balik pohon besar? Itu karena aku menganggap manusia adalah makhluk yang jahat. Aku terlanjur benci pada manusia karena mereka sudah menghancurkan rumahku, menghancurkan hidupku, menghancurkan hal yang berharga bagiku, termasuk mereka telah membunuh Ayahku,”
Sejenak kami berdua terdiam, tidak ada sepatah katapun yang keluar dri mulut kami. Tapi aku melihat betapa sedihnya Danny mengingat Ayahnya.
“Sebenarnya aku tidak ingin berteman denganmu, tapi karena ibu aku terpaksa berteman denganmu. Ibu mengatakan bahwa tidak semua manusia di dunia ini jahat,” kata Danny,
“Jadi selama ini kau membenci manusia? Oleh karena itu beberapa manusia menggambarkan peri sebagai sosok yang usil dan suka mengganggu manusia,” kataku dengan nada agak tinggi,
“Jangan menyalahkan kami! Yang membuat ulah manusia duluan. Para peri marah dan mereka mengganggu manusia,” kata Danny, ia seperti kesal denganku.
“Kau tahu? Dulu aku selalu mengharapkan bertemu dengan peri baik yang mau berteman denganku. Tapi justru aku bertemu peri jahat yang membenci semua manusia,” kataku, “aku setuju dengan ibumu, bahwa tidak semua manusia jahat, ada beberapa manusia dari sekian banyak manusia yang masih peduli dengan lingkungan alam mereka, dan bisa dikatakan aku salah satunya. Begitupun dengan peri, aku percaya tidak semua peri jahat dan membenci manusia, pasti ada peri yang baik, salah satunya adalah ibumu,”
Lagi-lagi kami terdiam untuk beberapa saat.
“Baiklah, aku akan pulang. Kalau kau tidak mau berteman denganku, aku tidak akan pernah mengganggumu lagi, asalkan kau membiarkan aku pergi ke rumah pohon di depan sana, karena itu tempat yang—” aku langsung berhenti berbicara, “maaf aku tidak bisa menjelaskannya, yang jelas rumah pohon itu sangat berarti,”
Setelah itu aku langsung pergi meninggalkan ruangan itu dan berpamitan pada ibunya Danny, lalu pulang ke rumah.
Sekarang aku percaya bahwa peri itu masih ada. Seandainya aku masih bersahabat dengan Emma dan Amy, aku akan menceritakan semua hal yang terjadi di dekat rumah pohon tadi. Tapi sayangnya mereka berdua sudah melupakan hal-hal seperti itu. Sekarang mereka sudah sibuk dengan teman-teman barunya yang lebih gaul daripada aku dan bahkan mereka sudah memiliki pacar yang keren seperti yang telah mereka idam-idamkan.
Setelah pulang sekolah, aku langsung pergi ke rumah pohon. Ketika sampai disana, aku melihat Danny sedang memperbaiki rumah pohonku dan sekarang rumah pohon itu menjadi seperti dulu lagi.
“Hai Tianna,” sapa Danny, “akhirnya kau datang juga. Aku ingin meminta maaf padamu tentang kejadian kemarin karena sikapku yang kurang baik,”
Aku hanya tersenyum, “tidak apa-apa. Tapi aku sangat berterimakasih padamu karena kau sudah memperbaiki rumah pohon ini,”
“Sama-sama,” kata Danny, “Oh iya, tadi saat sedang membereskan rumah pohon ini, aku menemukan kotak kecil ini, dan aku membukanya dan ada beberapa kertas lalu aku membaca kertas-kertasnya. Ternyata rumah pohon ini menjadi kenangan indah dirimu bersama dua sahabatmu ya?”
Aku hanya mengangguk.
Tidak kusangka kertas-kertas dan gambar-gambar itu masih di dalam kotak. Serta burung-burungan yang kami buat, kukira sudah hancur atau hilang.
Kertas-kertas dalam kotak itu berisi mimpi-mimpi dan keinginan kami.
“Maaf ya jika aku membaca kertas-kertas ini semua. Karena aku sangat penasaran,” kata Danny, “aku juga membaca keinginan-keinginanmu,”
“Sungguh? Hahaha, aku malu sekali. Karena itu keinginan yang tidak masuk akal,” kataku sambil tertawa kecil,
“Iya,” kata Danny, “Tianna, Sekarang kita berteman ya?”
Aku mengangguk senang karena Danny tidak membenciku lagi.
“Sekarang aku ingin menunjukkanmu sesuatu, tapi ini rahasia. Kuharap kau bisa menjaga rahasia ini. Oke?” kata Danny,
“Oke, aku janji,” kataku sambil tersenyum.
Lalu kami berdua berpegangan tangan. Dan tidak kusangka aku terbang bersama Danny! Baru kali ini aku terbang. Rasanya seperti terbang bersama Peter Pan.
“Ini salah satu keinginanmu ‘kan?” tanya Danny, “jika kau takut ketinggian, pejamkan saja kedua matamu. Bersiaplah! Kita akan menuju suatu tempat,”
Aku memegang tangan Danny erat-erat, dan kamipun mendarat di suatu tempat, kata Danny tempat ini tidak jauh dari rumahnya, jadi tempat ini masih satu kawasan dengan rumah pohonku. Sampai di tempat ini, lagi-lagi Danny membuatku tidak percaya. Peri-peri berterbangan di sekitar pohon-pohon, tempat ini benar-benar indah! Disisi lain, ada hewan-hewan yang bisa berbicara, ada juga peri yang di kutuk menjadi manusia. Ini semua nyata. Semuanya seperti sihir. Aku tidak bisa menjelaskannya lagi.
“Tianna, aku tahu kau senang, tapi kuharap kau jangan memberitahu siapa-siapa,” kata Danny, “maaf, Tianna kita tidak bisa berlama-lama disini, karena peri disini juga ada yang membenci manusia. Jadi kita harus pergi sekarang, karena kurasa aku telah membuatmu cukup merasa senang, iya ‘kan?”
Aku hanya mengangguk senang. Dan kamipun langsung terbang dan kembali ke rumah pohon itu.
Hari itu aku menghabiskan waktu bersama Danny, dan aku makan siang bersama ibunya serta beberapa teman-temannya.
Sudah beberapa hari ini aku berteman dengan peri yang dikutuk menjadi manusia, yaitu Danny, serta teman-temannya. Rasanya aku seperti mendapat kebahagiaan yang dulu lagi, walaupun bukan bersama Emma dan Amy.
Tapi, tadi pagi di kelas aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Amy, Emma, dan teman-temannya bahwa orangtua Amy dan Emma bekerjasama untuk mendirikan perusahaan besar, dan sepertinya perusahaan itu akan didirikan di dekat rumah pohonku, otomatis rumah Danny, dan rumah para peri akan dihancurkan.
Aku termenung sambil duduk di kursi. Mencari cara agar tempat itu tidak jadi dibuat perusahaan. Aku tidak ingin kehilangan Danny, dan aku tidak bisa membiarkan tempat tinggal mereka hancur.
“Tianna, ada apa denganmu?” Tanya ibuku,
“Tidak bu,” kataku sambil tersenyum, “menurut ibu, jika ada orang yang ingin mendirikan perusahaan di tempat yang merupakan tempat tinggal makhluk hidup bagaimana?”
“Jika ada orang yang tinggal di tempat itu, ya seharusnya perusahaan itu didirikan di tempat lain, atau boleh saja perusahaan itu didirikan asal mereka mengganti atau membawa orang yang ada di tempat itu ke tempat yang lebih layak,” kata ibu, “memangnya kenapa?”
“Aku hanya meminta pendapat ibu saja,” kataku.
Saat itu juga aku langsung pergi ke kamar dan bergegas mengambil handphone-ku. Aku masih menyimpan nomor Amy, semoga saja ia mengangkatnya walaupun sudah lama kami tidak saling menyapa satu sama lain.
“Hallo,” Amy mengangkat telepon dariku,
“Halo, Amy? Ini aku Tianna. Ku dengar orangtuamu bekerja sama dengan orangtua Emma untuk mendirikan perusahaan besar ya? Aku senang orangtua kalian bekerja sama. Tapi bisakah kau bilang pada orangtuamu, tolong jangan dirikan perusahaannya disana. Karena ada beberapa orang yang tinggal disana. Dan makhluk hidup yang tinggal disana. Oh ya! Kau ingat? Rumah pohon yang kita buat waktu itu juga masih disana,” aku langsung menjelaskan tujuanku menelpon Amy.
“Hey Tianna! Tumben sekali kau tiba-tiba meneleponku dan langsung bilang seperti itu. Memangnya kenapa? Kau takut jika rumah pohon itu hancur dan kau akan kehilangan kenangan kita yang dulu?” Tanya Amy sambil tertawa licik, “biarkan saja rumah pohon itu hancur, lagi pula kita sudah tidak bersahabat lagi ‘kan? Jadi jangan pernah memohon-mohon padaku. Biarkan ayahku dan ayah Emma mendirikan perusahaan itu. Lagipula orang-orang yang tinggal disana pasti akan di bayar oleh Ayah. Toh nanti mereka juga pergi ke tempat lain. Kok kamu yang ribet sih? By the way udah ya, aku sibuk. Oh iya satu lagi, sejak tadi pagi proyeknya udah di mulai, jadi mungkin rumah pohon kita udah dihancurkan. Bye Tianna. Have a great day!” Amy langsung memutus teleponnya.
Aku terkejut saat Amy mengatakan bahwa proyeknya sudah di mulai sejak tadi pagi. Pikiranku mulai tidak tenang. Aku memikirkan Danny dan para peri yang tinggal disana. Tanpa basa-basi lagi aku pergi ke sana.
Saat tiba disana, aku melihat mobil-mobil besar yang telah menghancurkan tempat itu. Rumah pohonku dan rumah Danny sudah hancur. Ketika aku di tempat itu. Mobil-mobilnya mati, mungkin para pekerja sedang beristirahat dan makan siang.
Pada saat itu juga aku pergi ke tempat para peri untuk mencari Danny dan Ibunya. Walaupun sempat tersasar akhirnya aku sampai di tempat para peri. Tiba disana, semua peri langsung menatapku dengan tatapan yang tidak enak. Termasuk Danny.
“Ternyata kau sama seperti manusia lainnya Tianna,” kata Danny sambil menatapku sinis, dimatanya terbesit kebenciannya pada diriku, “kukira kau baik, tapi kenapa kau lakukan semua ini pada kami? Kukira kau teman baikku. Tapi apa? Kau memancing orang-orang itu kesini dan mendirikan bangunan besar disini. Lalu dimana kami akan tinggal? Kau benar-benar jahat!”
“Aku benar-benar tidak melakukan semua ini. Semua ini karena orangtua sahabatku yang ingin mendirikan bangunan itu. Jangan salahkan aku. Aku sudah mencoba membujuk sahabatku. Aku mencoba menolong kalian semua,” aku berusaha menjelaskan.
“Maaf Tianna, tapi kau tidak dapat di percaya lagi. Kami akan pergi dari sini dan tolong jangan pernah mengganggu kami lagi,” ucap ibunya Danny.
“Tapi tolong jangan pergi. Berikan aku kesempatan sekali lagi untuk menggagalkannya. Aku akan berusaha agar proyek ini gagal,” kataku.
Lalu aku pergi meninggalkan mereka.
Dan tiba di dekat rumah pohon yang sudah hancur, aku langsung menemui ayah Amy dan Emma. Aku memohon pada mereka agar mengagalkan proyek ini. Tapi mereka tidak mau mendengarkanku.
“Pak, tolong jangan buat tempat ini sebagai tempat perusahaan bapak. Bapak mungkin bisa mendirikannya di tempat lain. Tolong jangan di tempat ini. Saya mohon,” sekali lagi aku memohon,
“Kami bisa saja membuatnya di tempat lain, tapi kamu harus membayar kami,” kata Ayah Amy.
Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Pikiranku kacau dan aku bingung. Aku pulang ke rumah untuk meminta bantuan ibu. Siapa tahu cerita dengan ibu, dan ibu akan menjelaskannya pada orangtua Amy dan Emma.
Tapi di tengah perjalan menuju rumah, sebuah truk besar yang mungkin akan pergi ke tempat proyek itu menabrakku. Aku terpental dan tergeletak di pinggir jalan. Padahal aku sudah mengendarai sepedaku dengan benar dan berhati-hati. Tapi tidak tahu mengapa aku bisa sampai tertabrak.
Aku merasakan sakit dan memar-memar di seluruh tubuhku. Rasanya tulangku ingin rontok. Aku sulit bergerak. Dan darah dari hidung dan keningku terus menerus keluar. Jalanan saat itu sepi, jadi aku tidak bisa meminta bantuan.
Bunga-bunga yang masih segar bertaburan di atas gundukan tanah yang empuk. Dan di atas tanah itu terdapat batu nisan yang bertuliskan namaku. Keluargaku serta teman-temanku yang ada disana menangis, termasuk ibuku. Ia seperti belum bisa menerima kenyataan bahwa aku telah pergi selamanya. Setelah semua orang meninggalkan pemakamanku, hujan turun dengan deras. Hal yang masih terpikirkan dikepalaku adalah, kuharap Danny dan keluarganya aman dan masih tetap hidup. Aku tahu mereka membenciku dan aku tidak bisa menyelamatkan mereka.
Dan aku tahu, pasti Danny, Ibunya dan para peri hingga saat ini masih ada. Mereka bersembunyi di tempat yang benar-benar aman. Mereka tinggal di tempat yang jauh dari manusia.
Cerpen Karangan: Virtania Altariel

1 komentar:

Total Tayangan Halaman